ZINE: sebuah perkenalan...

Saat awal tahun 1997-an di Indonesia, gaya hidup yang merebak saat itu adalah gaya underground yang secepat kilat menjadi acuan mode dan musik di kalangan anak muda. Punk adalah acuan musik yang saat itu berkembang.Greenday menjadi populer sebagai semangat ber-underground sebagai bagian dari counter culture/budaya perlawanan.
Photobucket

Tipe underground yang mencolok adalah antikemapanan, menentang mainstream/media yang besar dan terkenal, antisosial, keluar dari batas dan antitren.

Karena tipe di atas tadi, maka untuk menunjukkan jati dirinya secara benar tanpa di’plintir-plintir’ oleh pers yang mainstream, maka mereka membuat media sendiri yang biasanya dikerjakan secara independent atau istilahnya adalah D.I.Y (Do It Yourself). Media inilah yang kemudian disebut sebagai media indie/media perlawanan dari pengaruh mainstream. Bahasa musiknya adalah indie label.

Media indie awalnya dikenal sebagai zine.
Photobucket
SEKILAS ZINE

Saat ini saya coba bahas tentang zine, yang walaupun tidak terlalu mendalam, tapi saya harap cukup memberi informasi.

Apa itu zine? Anda pasti sudah tahu Magazine atau majalah. Dan untuk mudahnya zine dapat disebut sebagai versi lain magazine atau bentuk lebih sederhana dari magazine. Sering juga disebut fanzine atau zine yang dibuat oleh fan/penggemar/simpatisan.

Apa itu fanzine? Misalnya ada seseorang yang menyukai tentang jam jam antik, maka dia bisa membuat fanzine tentang jam antik, dengan dia sendiri menjadi editornya. Dalam hal ini seorang yang terinspirasi oleh pola dan gaya hidup underground maka dia akan membuat fanzine underground.

Sebuah fanzine tidak perlu memiliki kantor redaksi, mereka bisa beredaksi dimanapun mereka bisa. Dan merekapun tidak dikejar tengat waktu. Dan jumlah eksemplar yang dicetak pertamapun dapat disesuaikan dengan isi kantong pembuatnya,yang biasanya dicetak dengan sistem fotokopi. Karena mudahnya pembuatan zine, maka jumlah zine yang beredar sebenarnya sangat banyak sekali. Tapi sayangnya karena banyak keterbatasan tersebut, sangatlah susah untuk mendokumentasikan zine zine secara lengkap.

Sebuah fanzine underground biasanya berisikan artikel dalam bentuk kritik atau malah terkadang tulisan serangan terhadap kebijakan pemerintah, budaya konsumerisme, kapitalisme, penindasan, lingkungan hidup, diskriminasi dan lain lain. dan juga berisi info info, interview dan review band band dari kalangan underground yang dianggap oleh editornya menarik. Dan kadang juga ditambah dengan info info dari hobi mereka, tapi rata rata tetap dari sudut pandang counter-culture. Jika ia berbicara tentang komputer, maka ia menulis tentang teknik hack, jika ia membuat komik maka cerita cerita atau gambar yang dibuat tidak akan sama dengan yang muncul di komik komik terbitan penerbit besar, sebagian besar berisi kritik kritik sosial.
Photobucket
Zine mempunyai ciri-ciri, antara lain:
- Tidak mempunyai kantor redaksi, artinya mereka bisa beredaksi dimanapun mereka mau
- Tidak ada tenggat waktu/deadline
- Karena dibuat dengan sistem DIY, maka jumlah eksemplarnya bergantung pada‘isi saku’ dari redaksi/editor.
- Isi zine sangat sempit. Ada yang tentang melulu politik, anti-pemerintah, budaya, personal, lingkungan hidup, dll.
- Tidak ada batasan tentang bagaimana menulis yang baik dan benar. Semua ‘terasa’ sah-sah saja, bahkan pernah ditemui umpatan-umpatan jorok pun terasa manis didengar.
- Biasanya lahir dari sebuah komunitas meskipun ada juga yang dilahirkan dengan mandiri.
- Biasanya anti-copyright/anti hakcipta, artinya pembaca boleh menggandakan seberapa dia mau.

Photobucket

BENTUK ZINE

Zine zine yang terbit di kalangan underground ini memiliki berbagai bentuk dan macam.

Dari isi zine, dapat dibagi menjadi tiga kategori:
1. zine yang seluruh isinya dibuat atau ditulis sendiri oleh editor atau sebelumnya belum pernah dipublikasikan dimedia lain. (confusion, predestination)
2. zine yang sebagian isinya dibuat sendiri dan sebagian lagi hasil mengambil artikel dari sumber lain yang sudah ada sebelumnya.
3. zine yang seluruh isinya hasil dari mengumpulkan dari sumber lain.

Sedangkan dari bentuk kemasannya zine :
1. zine dengan format foto kopian > bentuk yang paling banyak ditemukan, zine digandakan dengan sistem fotokopi, dan biasanya dalam jumlah sangat terbatas (tiga belas, empathy lies, confusion)
2. zine dengan format stensilan > zine dicetak menggunakan alat cetak, biasanya sampul berwarna tetapi isinya menggunakan stensil hitam putih, biasanya mempunyai penyebaran yang lebih luas dibanding yang di fotokopi. (fallen angel, rettrovore)
3. zine dengan format kertas yang lebih lux.> ini bentuk paling bergaya, biasanya full colour dan menggunakan kertas yang lebih tebal. (ripple, trolley, outmagz)
Dan dalam perkembangannya selain dalam bentuk tercetak beberapa pihak mulai melirik media internet yang dalam beberapa hal dapat menjadi lebih mudah pengelolaannya disebut juga webzine - seperti pada www.deathrockstar.tk yang mereview dan menginterview band band rock lokal yang kebanyakan indie, ada juga www.totalfeedback.com dengan bahasan utamanya musik grunge dan alternatif, dan webzine webzine lainnya.

Karena biasanya pembuat zine berpendapat bahwa informasi itu harusnya gratis disebarluaskan maka mereka tidak pernah dipusingkan oleh copyright, dan dengan sukarela membagi tulisannya dengan zine lainnya, bahkan merelakan zine mereka digandakan lagi oleh pihak lain tanpa meminta balas jasa materi. Tapi biasanya juga mereka beretika dengan menuliskan sumber sumber tulisan tersebut. Dan jarang sekali mereka mengambil tulisan dari media media mainstream yang memberi copyright pada tulisan tulisan mereka. Dan zine zine yang sudah menjadi lebih besar dan bahkan bisa menembus pasaran (seperti ripple contohnya) akan membentuk tim penulis sendiri, beberapa zine yang terhitung kecil juga ternyata memiliki tim editorial sendiri dan tidak membuat zine sendirian (air seni, empathy lies)
Photobucket
TENTANG FOTO KOPI

Karena biasanya pembuat zine berpendapat bahwa informasi itu harusnya gratis disebarluaskan maka mereka tidak pernah dipusingkan oleh copyright, dan dengan sukarela membagi tulisannya dengan zine lainnya, bahkan merelakan zine mereka digandakan lagi oleh pihak lain tanpa meminta balas jasa materi.
Tapi biasanya juga mereka beretika dengan menuliskan sumber sumber tulisan tersebut. Dan jarang sekali mereka mengambil tulisan dari media media mainstream yang memberi copyright pada tulisan tulisan mereka. Dan zine- zine yang sudah menjadi lebih besar dan bahkan bisa menembus pasaran (seperti ripple contohnya) akan membentuk tim penulis sendiri, beberapa zine yang terhitung kecil juga ternyata memiliki tim editorial sendiri dan tidak membuat zine sendirian.
Photobucket
ZINE DI INDONESIA

Di Indonesia sendiri fenomena zine ini juga cukup berkembang pesat sejak beberapa tahun terakhir, bahkan beberapa kali menjadi topik artikel di media media mainstream yang ada-Maka saya tidak mencoba lagi untuk menulis tentang asal usul dan sejarah zine. Tapi sayangnya perkembangan pesat itu seakan hanya meledak sebentar dan hilang. jika setahun yang lalu saya akan dengan mudahnya mendapatkan 7-10 zine dalam sebulan,maka sekarang saya sudah harus puas dengan 2 zine dalam tiga bulan. Hal ini sangat disayangkan karena dapat menjadi indikasi bahwa budaya menulis dan membaca kembali surut. Yang mungkin juga diakibatkan tidak lancarnya regenerasi para editor editor zine sebelumnya.

Hal ini ternyata juga menjadi keprihatinan beberapa orang “senior” di kalangan underground yang saat ini kebetulan sudah bekerja disebuah media mainstream, yang sangat berminat untuk membangkitkan budaya membuat zine atau budaya menulis. Beliau berencana membuat sebuah kesempatan bagi pembuat zine yang menarik, untuk diikutsertakan dalam majalahnya tersebut sebagai bonus, yang dimana beliau tidak membatasi bahasan zine tersebut pada bahasan underground saja. Sayang usul yang menarik ini belum berhasil direalisasikan saat ini, masih menunggu beberapa pertimbangan bersama lainnya dari redaksi.

Diluar konteks zine sebagai media propaganda, keberadaan zine zine ini juga sangat berguna sebagai penanda bahwa budaya menulis dan berargumentasi bertumbuh dan berkembang secara positif dikalangan underground, yang juga menunjukkan bahwa sebenarnya mereka termasuk golongan yang terpelajar-baik melalui insitusi resmi sekolahan ataupun belajar secara otodidak. Jadi mereka para pembuat zine termasuk berjasa dalam berusaha meningkatkan budaya baca tulis bangsa ini secara umum dan anak anak muda yang berada dalam kalangan underground pada khusunya. Sehingga sangatlah disayangkan jika jumlah pembuat zine ini menurun pada waktu waktu belakangan ini.

Melihat manfaatnya yang sebenarnya bagus itu, seharunya memang zine ini diperhatikan lebih baik lagi untuk dikembangkan. Terutama sebagai media alternatif yang memiliki sudut pandang dan cara berfikir yang berbeda dibandingkan media media mainstream yang seringkali memiliki tujuan terselubung (vested interest).
Photobucket

USAHA UNTUK PENGEMBANGAN

Usaha usaha pengembangan zine ini sebenarnya sudah pernah dicoba dilakukan. Beberapa kali dalam tiga tahun belakangan ini saya sudah mendengar kabar tentang festival zine di beberapa daerah di Indonesia. Dan bahkan sudah ada workshop untuk media media indie yang pada khususnya membahas bentukan zine ini.

Dukungan dukungan seperti itulah yang dibutuhkan oleh para pengelola zine sehingga akan merangsang mereka untuk berkarya dan menginspirasikan orang orang baru untuk membuat zine juga.

Mungkin perlu juga tips tips manajemen bagi para pengelola zine sehingga bisa memutar sumber daya yang dimiliki untuk membuat zine secara berkesinambungan walaupun tidak teratur. Saat ini yang paling terlihat perkembangannya adalah Ripple, yang telah melebarkan jangkauannya, bahkan bisa masuk toko toko buku besar, tapi tetap dengan bahasan band band indie label lokal yang baik. Yang di awalnya hanyalah proyek iseng iseng membuat majalah alternatif yang berbeda dengan konsep majalah kebanyakan, dan mereka malah berhasil mengembangkannya menjadi salah satu majalah berpengaruh di kalangan anak anak indie lokal.

Maka itu sebenarnya zine itu memiliki kegunaan yang sangat besar artinya bagi pembuatnya, maupun bagi pembacanya.
Photobucket

Copyright © Indonesian ZINE Community

1 comment:

  1. Hai Eka..
    Keren banget ulasan tentang zine nya. semoga di Bali bisa berkembang ya??
    Memberdayakan kaum muda Bali.
    Merdeka

    ReplyDelete